Do not proceed with National Service 3.0, recommends Parliament Special Select Committee

Kenaikan PPN 12 Persen Selektif untuk Barang Mewah

PPN kebutuhan pokok dan jasa layanan yang menyentuh masyarakat dijanjikan tetap 11 persen. Kenaikan hanya untuk barang mewah.

Audio Berita

8 menit

Oleh Nina Susilo

JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menjadi 12 persen mulai Januari 2025 tetap diterapkan. Meskipun demikian, dijanjikan kenaikan ini berlaku selektif hanya untuk barang mewah.

Hal ini disampaikan Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun (Fraksi Partai Golkar) bersama Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (Fraksi Partai Gerindra) seusai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (5/12/2024) siang.

Hadir pula dalam pertemuan ini Wakil Ketua DPR Adies Kadir (Fraksi Partai Golkar), Ketua Komisi III DPR Habiburokhman (Fraksi Partai Gerindra), Wakil Ketua Komisi XI Mohamad Hekal (Fraksi Partai Gerindra), Wakil Ketua Komisi XII Bambang Haryadi (Fraksi Partai Gerindra), dan Wakil Ketua Badan Anggaran Wihadi Wiyanto (Fraksi Partai Gerindra).

Adapun Presiden Prabowo didampingi Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, PPN dinaikkan menjadi 11 persen pada April 2024 dan per 1 Januari 2025 disesuaikan lagi menjadi 12 persen. Rencana ini pun menuai protes masyarakat.

Beban masyarakat terus bertambah dengan berbagai pungutan pajak dan kebijakan tarif yang berlaku mulai 2025. Selain kenaikan PPN menjadi 12 persen, masih ada pembatasan subsidi BBM, kenaikan tarif premi iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, iuran dana pensiun wajib tambahan, dan iuran asuransi wajib kendaraan bermotor tanggung jawab pihak ketiga (third party liability/TPL).

Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun (kiri) menyampaikan hasil pertemuan para wakil rakyat dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (5/12/2024) siang. Tampak mendampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
BPMI Sekretariat Presiden

Seusai berdiskusi dengan Presiden Prabowo, Misbakhun menyampaikan PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif. Adapun barang-barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perbankan, serta pelayanan umum akan tetap bebas dari PPN sesuai kebijakan yang berlaku saat ini.

”PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di Undang-Undang, yaitu 1 Januari 2025, tetapi kemudian akan diterapkan secara selektif pada beberapa komoditas, baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah. Sehingga, pemerintah hanya memberikan beban itu kepada konsumen pembeli barang mewah,” ujar Misbakhun kepada wartawan di Ruang Sidang Kabinet, Kantor Kepresidenan Jakarta.

Baca JugaPPN 12 Persen, Apa Kata Pekerja? 

Misbakhun menambahkan, barang-barang kebutuhan pokok dan yang berkaitan dengan pelayanan yang menyentuh langsung masyarakat umum tetap tidak dikenai pajak pertambahan nilai. ”Kebutuhan barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perbankan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pelayanan umum, jasa pemerintahan tetap tidak dikenakan PPN,” katanya.

Pemerintah, lanjut Misbakhun, berencana untuk menerapkan struktur PPN yang tidak seragam. Meski demikian, kebijakan tersebut saat ini masih dikaji.

Terkait usulan DPR supaya ada penurunan pajak untuk kebutuhan pokok yang menyentuh langsung masyarakat, kata Dasco, Presiden menjawab akan mempertimbangkan dan mengkajinya. ”Mungkin dalam satu jam ini, Pak Presiden meminta Menkeu (Menteri Keuangan) dan beberapa menteri untuk rapat,” tambahnya.

Suasana di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, pada libur akhir pekan, Sabtu (30/11/2024). Wacana kenaikan tarif PPN 12 persen bakal memberatkan kondisi dompet masyarakat. Hampir semua lapisan masyarakat, dari miskin, rentan, sampai menengah, akan dibebani tambahan pengeluaran jika kenaikan PPN jadi diterapkan pada Januari 2025.
KOMPAS/Priyombodo

Presiden Prabowo, menurut Misbakhun, akan menambah penerimaan dengan cara memberantas banyak kebocoran. Dengan demikian, banyak potensi penerimaan negara yang selama ini bocor akan bisa direalisasikan.

Namun, dalam sesi tanya jawab, penerapan PPN sebesar 12 persen secara selektif untuk barang mewah ini tidak ditegaskan apakah sebagai Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Prasetyo hanya menjawab bahwa beberapa hal yang menjadi pertanyaan sedang dikaji oleh pemerintah.

Prasetyo malah menyebut pemerintah dan DPR membangun budaya baru. ”Apa pun masukan dari masyarakat, terutama masukan dari DPR, untuk secepatnya, yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat harus direspons dengan cepat. Sehingga, hari ini Presiden bersama-sama dengan pimpinan di DPR mendiskusikan hal ini,” tutur Prasetyo.

Infografik Simulasi Tarif PPN terhadap Pendapatan Masyarakat, Surplus Usaha, dan Tenaga Kerja. Beberapa barang yang tidak dikenakan PPN 12 persen
INFOGRAFIK: GUNAWAN

Senada, Misbakhun maupun Dasco pun tak bisa memastikan PPN 12 persen selektif untuk barang mewah ini akan seperti apa. Sebab, sesungguhnya tarif PPnBM bervariasi, mulai dari terendah 10 persen sampai yang tertinggi 200 persen.

”Yang dimaksud dengan itu memang selektif, selektif kepada barang yang selama ini sudah kena PPnBM. Hanya merekalah yang dikenai kenaikan 12 persen, jadi begitu, PPnBM-nya mereka tetap,” tutur Misbakhun.

Dia hanya menegaskan bahwa kenaikan PPN 12 persen dikenai kepada masyarakat kelas atas yang memiliki kemampuan membeli barang mewah.

Rincian APBN

Presiden Prabowo pun sudah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 201 Tahun 2024 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 pada 30 November 2024. Dalam perpres tersebut, pendapatan negara terdiri atas penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Pada rincian perpres, diketahui penerimaan pajak dalam negeri ditarget Rp 2.433 triliun. Angka ini terdiri atas Pajak Penghasilan (PPH) Rp 1.209 triliun, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah Rp 945 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan Rp 27 triliun, pendapatan cukai Rp 244 triliun, dan pendapatan pajak lainnya Rp 7,7 triliun. Adapun pendapatan pajak perdagangan internasional ditarget Rp 57 triliun.

Pedagang pakaian menunggu pembeli di Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (17/11/2024). Di tengah kondisi daya beli masyarakat yang melemah, pemerintah memastikan untuk tetap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK) 17-11-2024
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Apabila ditilik lebih rinci, pendapatan PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah terdiri atas PPN dalam negeri, PPN impor, PPnBM dalam negeri, dan PPN/PPnBM lainnya. Pendapatan PPN dalam negeri ditarget Rp 609 triliun, sedangkan PPN impor Rp 308 triliun. Adapun PPnBM dalam negeri Rp 10,7 triliun, PPnBM impor Rp 5,8 triliun, dan PPN/PPnBM lainnya Rp 10,7 triliun.

Baca JugaAPBN Perdana Prabowo Disepakati meski Rincian Masih Menggantung

Bila dibandingkan dengan rincian APBN tahun anggaran 2024 pada Perpres 76 Tahun 2023, pendapatan pajak dalam negeri ditarget Rp 2.234 triliun. Selain PPH yang ditarget Rp 1.139 triliun, PPN dan PPnBM-nya ditarget Rp 811,3 triliun. Jumlah Rp 811,3 triliun ini terdiri atas PPN dalam negeri Rp 493 triliun, PPN impor Rp 282,9 triliun, PPnBM dalam negeri Rp 20,5 triliun, dan PPnBM impor Rp 6,6 triliun, serta PPN/PPnBM lainnya Rp 7,8 triliun.

Pemerintah tampak ingin menggenjot penerimaan PPN yang dinaikkan dari target tahun 2024 Rp 493 triliun menjadi Rp 609 triliun. PPN impor juga ditarget naik, tapi tak terlampau signifikan. Sebaliknya, target PPnBM dalam negeri malah turun dari Rp 20,5 triliun tahun 2024 menjadi Rp 10,7 triliun, demikian pula PPnBM impor.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *